aku mengeluh pada Tuhan mengapa aku harus mengalami hal tersebut.
Namun, melalui hal itu Tuhan mengajarkanku bagaimana melakukan perintahNya
untuk mengasihi sesama seperti mengasihi diriku sendiri
dan mengampuni seperti Tuhan mengampuni kesalahanku.
Terkadang aku merasa berjalan sendiri dan merasa beban yang aku pikul terlalu berat
aku berpikir betapa kejamnya Tuhan membuat aku seperti ini.
Namun, perlahan-lahan aku sadari bahwa akulah yang sombong,
aku mengandalkan kekuatanku sendiri,
sedangkan Firman Tuhan mengatakan diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan.
Saat situasi mulai tidak menyenangkan dan aku merasa semua orang membuatku marah
dan tidak dapat bekerja sama, aku meledak-ledak dalam amarahku sendiri
dan tanpa ku sadari hal itu membuat kondisi hatiku semakin memburuk,
kemudian aku menyesal dan menyalahkan diriku karena tidak dapat berubah.
Namun, lewat hal ini aku belajar menaati perkataanNya
bahwa amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.
Dalam keadaan baik aku memuji Tuhan
dan semenit kemudian dengan lidah yang sama menghakimi
atau bersungut-sungut ketika keadaan berubah menjadi tidak mengenakan.
Namun, tegurannya membuat aku menyadari
bahwa perkataanku dapat "membunuh" atau "membangun" diriku sendiri dan orang lain
karena tidak boleh terjadi demikian : dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk.
"Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun Tuhan menyambut aku"
ayat ini yang mengajarkanku bagaimana melihat kasih Allah lebih dalam,
dan merasakan betapa besar kasih yang Ia curahkan kepadaku
dan memulihkan hatiku dari sakitnya ketika orang terdekatku menjauh saat kejatuhanku.
Aku pernah merasakan bagaimana rasanya ketika membutuhkan bantuan
dan semua orang yang aku hubungi seakan lenyap ditelan bumi,
aku hanya bisa menyalahkan mereka dan kehidupan.
Dan tanpa aku sadari bahwa saat itu Tuhan sedang mengajarkanku mengandalkan Dia,
hanya Dia saja seperti apa yang dikatakanNya
supaya imanku tidak bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah.
Beberapa tahun yang lalu,
saat aku harus bekerja di tengah-tengah masa menimba ilmu,
ketika aku tidak dapat menikmati masa remaja seperti teman-temanku yang lain
karena kondisi keluargaku yang berbeda, aku sangat kecewa pada Tuhan.
Namun, sekarang aku mengerti pengalaman pahit terdahulu yang aku telah lalui
menjadikanku kuat hari ini.
Hari ini ketika aku memejamkan mata
dan merenungkan lebih dalam karya-karya yang Tuhan ukir dalam hidupku,
air mataku mengalir dan mulutku penuh dengan ucapan syukur
untuk setiap rasa pahit, getir, dan manis yang pernah aku rasakan, semua hal itu membuatku
dapat membantu teman-temanku yang tengah mengalami hal-hal yang sama,
dan aku tahu aku dapat memberi motivasi dan kesaksian bagi mereka
bukan karena aku hebat, hanya karena Tuhan mengijinkanku mengalaminya terlebih dahulu
dan tangan kasihNya selalu terulur bagiku.
Dan sekarang aku dapat berkata kepadaNya dengan segenap hatiku,
untuk semua hal yang baik ataupun tidak baik yang pernah singgah dalam kehidupanku :
"Bapa, aku tidak akan menyesal telah lahir ke dunia.
Yang akan menjadi penyesalan terbesarku adalah saat aku membuka mata pertama kali
sampai aku menutup mata untuk terakhir kalinya,
tetapi aku tidak pernah mengenalMu."