Minggu, 26 Februari 2012

20 Hal Menarik Soal Kebohongan

1. Kebohongan, menurut Alkitab, adalah dosa yang paling tua, soalnya dilakuin pertama kali ama Adam dan Hawa (setelah mereka tahu apa itu dosa, tentunya) pada Tuhan.

2. Ironisnya, kebohongan jugalah yang bikin kejatuhan mereka. Tentu saja ini nggak lain karena tipuan si Iblis pada Adam dan Hawa, yaitu kalo mereka makan buah pohon pengetahuan, mereka bakal jadi Tuhan.

3. Bohong bukan cuman milik anak-anak dan orang dewasa. Para peneliti dari departemen psikologi University of Portsmouth menemukan kalo bayi yang baru 6 bulan saja sdah bisa ‘berbohong.’ Kabarnya, bayi-bayi di usia itu udah bisa pura-pura menangis atau pura-pura tertawa buat mendapatkan perhatian mamanya.

4. Kalo bayi aja bisa, binatang juga bisa. Dua contoh paling gampang adalah kupu-kupu yang pola sayapnya menyerupai sepasang mata yang sangat besar, buat nakut-nakutin pemangsanya, dan buaya, yang sering berakting seperti sebatang kayu di sungai, sampai seekor kuda mendekati sungai itu buat minum, dan ... SNAP! Udah banyak diamati perilaku saling menipu dalam dunia fauna. Kemampuan buat ‘berbohong’ ini dipercaya meningkatkan kemampuan mereka buat bertahan hidup dari generasi ke generasi (keunggulan evolusioner).

5. Otak kamu juga bisa berbohong dengan sendirinya. Nggak percaya? Coba ingat-ingat lagi kejadian paling heboh yang pernah terjadi dalam hidupmu. Bisa nggak kamu mengingat semuanya? Nah, otak kita mengisi lubang-lubang informasi yang udah kabur itu dengan menciptakan kebohongan-kebohongan yang bikin kita nyaman karena berhasil ‘mengingatnya’.

6. Itulah sebabnya, kalo kamu sampai ketemu ama pembohong kompulsif, alias orang yang nggak bisa berhenti berbohong, jangan aneh atau memojokkan dirinya ya! Kelainan seperti itu emang ada, dan para psikolog biasanya menyebut orangnya sebagai mythomania.

7. Saking terbiasanya mereka berbohong, para mythomania kemungkinan besar akan lolos dari deteksi mesin poligraf. Mesin poligraf ini, meskipun katanya bisa mendeteksi kebohongan dengan melihat kondisi-kondisi fisik kayak denyut nadi, tekanan darah, dan konduktivitas kulit yang berubah waktu seseorang berbohong, pada kenyataannya nggak begitu tuh.

8. Bukan berarti mereka yang berbohong bisa lepas gitu saja karena mesin poligrafnya yang payah. Justru sebaliknya: mesin poligraf ini lebih berpotensi menganggap orang-orang yang sebenarnya jujur sebagai pembohong. Padahal, mereka sebenarnya cuman gugup karena sedang diinterogasi. Tentu saja ini lebih gawat kan... coba bayangin kalo kamu mengaku nggak bersalah, tapi ternyata uji poligraf tiba-tiba bilang kalo kamu bersalah!

9. Karena mesin poligraf masih payah, agen-agen tingkat tinggi di pemerintahan, kayak CIA dan KGB berupaya ngembangin sebuah obat yang bakalan bikin mereka yang meminumya nggak bisa berkelit dari mengatakan kebenaran. Dinamai “serum kebenaran”, fungsi obatnya mirip ama veritaserum dalam kisah Harry Potter atau truth serum yang mungkin pernah kamu tonton di Kill Bill 2. Tapi berdasarkan banyak penelitian, hasilnya justru lebih kacau daripada poligraf.

10. Jadi, keduanya gagal. Kebohongan memang sulit dideteksi. Tapi, ada beberapa orang yang mengklaim bisa merasakan kalo kamu berbohong pada mereka. Katanya, mereka melihatnya dari mata, gestur tubuh, air muka waktu kita mengatakan kebohongan, dan lain-lain. Kalo mau coba, baca lebih lanjut di www.blifaloo.com/info/lies.php, tapi situs itu sendiri bilang, secara statistik teknik ini nggak dijamin pasti berhasil.

11. Sepanjang sejarah, masyarakat udah mencoba banyak cara buat mendeteksi kebohongan. Di Afrika, sekelompok tersangka diminta mengoper sebutir telur sambil mereka diinterogasi. Kalo telur itu pecah di tangan seseorang, orang itu dianggap bersalah, karena mereka percaya, orang yang bersalah itu gugup dan akan memegang telurnya dengan nggak hati-hati. Di Cina, tersangka yang sedang diadili harus menyimpan nasi di dalam mulutnya waktu tuduhannya sedang dibacakan. Setelah pembacaan selesai, tersangka diminta memuntahkan nasinya, dan jika nasinya kering, konon ia akan dianggap bersalah.

12. Namun yang paling terkenal, dan mungkin paling banyak memakan korban, adalah teknik iudicium aquae frigidae—penghakiman oleh air dingin. Metode ini digagas di tahun 800-an oleh uskup agung Rheims, Hincmar, dan banyak dipake di banyak gereja selama berabad-abad kemudian. Konon, air yang bersih dan suci nggak bakalan mau menerima pembohong, jadi mereka yang berbohong akan terapung waktu diceburin dengan tangan dan kaki terikat, sementara yang jujur akan tenggelam (dan tentunya akan segera diselamatkan). Absurd banget, ya?

13. Latar belakang yang bikin gereja Abad Pertengahan begitu yakin dengan apa yang mereka lakukan adalah paham kalo Allah bakal nyelamatin orang yang nggak bersalah dari penghukuman yang nggak sepantasnya. Telusuri lebih jauh lagi, kamu bakal nemuin sebuah cerita yang mirip di Perjanjian Lama. Ingat? Ya, cerita soal Daniel di gua singa, dan Sadrakh, Mesakh, Abednego di dalam tungku api Raja Darius (baca Daniel 3).

14. Jadi, emang, peradaban manusia sampai saat ini masih belum bisa mendapatkan alat yang lebih hebat dari... hidungnya Pinokio. Sampai saat ini yah hidung itulah detektor yang paling oke, soalnya hidung itu bakalan selalu memanjang kapanpun ia mengatakan kebohongan. Sayangnya, itu fiksiiiii...

15. Bagi sebagian besar orang, termasuk mungkin kamu dan saya, berbohong udah jadi kegiatan sehari-hari. Misalnya suatu hari kamu ketemu seorang kenalan, dan ia bertanya, “Apa kabar?” Coba hitung, seberapa sering kamu benar-benar merasakan yang sesungguhnya waktu kamu menjawabnya dengan, “Baik-baik” atau “Luar biasa!”?

16. Ada orang-orang yang menganggap, tentu saja kebohongan semacam itu (termasuk perkataan rutin harian seorang suami pada istrinya, “Kamu cantik hari ini.”) tidaklah berbahaya dan nggak bisa dikategorikan sebagai suatu pelanggaran. Tapi batasannya apa? Sepanjang sejarah, udah banyak orang yang mencoba mendefinisikan kategori-kategori untuk kebohongan, mulai dari para bapak gereja, Agustinus dari Hippo dan Thomas Aquinas, filsuf moral Immanuel Kant, sampe bapak psikologi Sigmund Freud, pernah melakukannya.

17. St. Agustinus, misalnya, mengategorikan kebohongan jadi delapan tingkat, dari yang paling parah dan hukumannya maut (bersaksi dusta tentang Tuhan dan agama), sampai kebohongan yang nggak menyakiti siapapun dan justru berupaya melindungi keselamatan fisik seseorang (ini yang sering kita sebut “bohong putih”). Tentu saja Agustinus berkata, semua kebohongan itu dosa dan kita harus berhenti melakukannya.

18. Tapi dalam perang, kebohongan itu mutlak. Seringkali itu bisa jadi senjata yang paling ampuh (dalam kontra-spionase, misalnya), sekaligus perisai yang paling kuat (buat melindungi teman-teman prajurit yang lain kalo salah satu tertangkap). Itu sebabnya, dalam Islam, berbohong dalam perang termasuk tiga kebohongan yang nggak dianggap dosa. Seperti kata pepatah lama, “All’s fair in love and war” (nggak ada yang nggak sah dalam cinta dan peperangan).

19. Trus, gimana dengan berfantasi, atau menghibur diri sendiri? Bisa nggak dikategorikan sebagai berbohong? Misalnya, kamu menghibur diri sendiri dengan bilang kalo semuanya akan baik-baik aja waktu kamu lagi menghadapi masalah besar. Banyak kasus menghibur sendiri kalo dipikirin lebih dalam sebetulnya pada kenyataannya nggak mungkin (atau sangat sulit) terjadi, kan? Ah, tapi seenggaknya, menghibur diri sendiri banyak manfaatnya, kan? Gitu juga kalo kita bersikap optimis dalam hidup. Kata sebagian orang, kita mungkin sedang berbohong, tapi nggak apalah.

20. Terakhir, sebuah paradoks. “Semua orang Kreta adalah pembohong,” ujar Epimenides orang Kreta. Apakah mungkin yang ia katakan itu benar, ataukah ia sedang berbohong?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar