Selasa, 24 Januari 2012

Pertanyaan: Apa kata Alkitab mengenai ayah Kristen?


Jawaban:

Perintah terbesar dalam Alkitab adalah “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (Ulangan 6:5). Sebelumnya dalam ayat 2 kita membaca, “supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu” (Ulangan 6:2). Ayat-ayat sesudahnya mengatakan, “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun” (Ulangan 6:6-7).

Sejarah bangsa Ibrani memperlihatkan bahwa ayah harus rajin mengajar anak-anaknya menuruti jalan dan firman Tuhan demi untuk pertumbuhan rohani dan kesejahteraan mereka. Ayah yang taat kepada perintah-perintah dalam Firman Tuhan akan melakukan hal ini. Kepentingan utama dari ayat ini adalah anak-anak didewasakan dalam “ajaran dan nasehat Tuhan” yang adalah merupakan tanggung jawab seorang ayah dalam rumah tangga. Hal ini membawa kita kepada ayat dalam kitab Amsal 22:6-11, khususnya ayat 6 yang berbunyi “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.” Mendidik mengindikasikan pendidikan mula-mula yang diberikan ayah dan ibu pada seorang anak, yaitu pendidikan awal. Pendidikan ini dimaksudkan untuk memperkenalkan anak pada pola hidup yang direncanakan baginya. Memulai pendidikan anak dengan cara sedemikian adalah hal yang amat penting, sama seperti pohon bertumbuh mengikuti arah batangnya waktu baru ditanam.

Ayat dari Perjanjian Baru memberi kita gambaran yang jelas akan perintah Tuhan kepada ayah dalam hubungannya dengan membesarkan anak-anaknya. Efesus 6:4 adalah ringkasan dari kata-kata nasehat kepada para orangtua, yang di sini diwakili oleh ayah, dan dinyatakan secara negatif dan positif. “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” Di sini ditemukan apa yang dikatakan oleh Alkitab mengenai tanggung jawab ayah dalam membesarkan anak-anak mereka. Aspek negatif dari ayat ini mengindikasikan bahwa seorang ayah tidak boleh mendorong perkembangan emosi-emosi tidak baik dari anak-anak mereka melalui pernyataan kekuasaan secara berlebihan, tidak adil, memihak atau tanpa alasan. Sikap yang tidak sehat terhadap anak akan mengakibatkan kepahitan hati. Aspek positif dinyatakan dalam arah yang menyeluruh, yaitu mendidik mereka, membesarkan mereka, mengembangkan tingkah laku mereka melalui pengajaran dan nasehat dari Tuhan. Ini adalah pendidikan (ayah selaku suri teladan) anak – proses pendidikan dan disiplin yang menyeluruh. Kata “nasehat” mempunyai pengertian “menempatkan dalam pikiran anak” yaitu tindakan mengingatkan anak akan kesalahan-kesalahan (secara konstruktif) atau kewajiban-kewajiban (tanggung jawab sesuai dengan tingkat umur dan pengertian)

Anak tidak boleh dibiarkan bertumbuh dewasa tanpa peduli atau kontrol. Mereka perlu diajar, didisiplin dan dinasehati sehingga mereka mendapat pengertian, penguasaan diri dan ketaatan. Seluruh proses pendidikan ini adalah dalam hal rohani dan Kristiani (dalam pengertian sebenarnya dari kata itu). Inilah “ajaran dan nasehat Tuhan” yang ditetapkan dan merupakan satu-satunya cara yang efektif untuk mencapai tujuan akhir dari pendidikan. Menggantikan cara ini dengan cara apapun sangat mungkin akan mengakibatkan kegagalan fatal. Elemen moral dan rohani dari natur kita adalah sama pentingnya dan sama umumnya dengan elemen intelektual. Karena itu kerohanian sama pentingnya dengan pengetahuan dalam perkembangan pikiran. Kembali Amsal memberitahu kita, “Takut akan Tuhan adalah permulaan dari pengetahuan dan hikmat.”

Ayah Kristen adalah merupakan alat dalam tangan Tuhan dalam sisi keayahan ini. Karena keKristenan adalah satu-satunya agama yang benar, dan Allah di dalam Kristus adalah satu-satunya Allah yang sejati, satu-satunya cara pendidikan yang mendatangkan hasil adalah ajaran dan nasehat Tuhan. Seluruh proses pengajaran dan disiplin harus berdasarkan apa yang diperintahkan Tuhan, dan yang dilakukan Tuhan, sehingga otoritasNya dapat senantiasa dan langsung bersentuhan dengan pikiran, hati, hati nurani sang anak. Ayah manusiawi tidak boleh menempatkan dirinya sebagai otoritas tertinggi dalam hal kebenaran dan kewajiban. Hal ini hanya akan mengembangkan aspek “diri sendiri.” Hanya dengan menjadikan Allah, Allah di dalam Kristus, sebagai Guru dan Penguasa, yang karena otoritasNya segala sesuatu dapat dipercaya dan karena ketaatan kepada kehendakNya segala sesuatu akan terjadi, maka sasaran dari pendidikan dapat tercapai.

Ajaran-ajaran Alkitab kepada para ayah selalu merupakan standar yang ideal dari Tuhan. Kita memiliki kecenderungan untuk menurunkan standar itu pada tingkat dan pengalaman kita. Namun yang Anda tanyakan adalah apa kata Alkitab mengenai menjadi ayah. Saya berusaha untuk menjawabnya. Saya mendapatkan, melalui pengalaman menjadi ayah dari tiga anak laki-laki, betapa banyaknya kegagalan saya dalam mencapai standar Alkitab. Namun hal ini tidak membuat apa yang dikatakan Alkitab lalu menjadi salah dan tidak berlaku.

Izinkan saya meringkaskan apa yang telah dikatakan. Kata “membangkitkan” berarti membuat jadi jengkel, membuat tidak berdaya, memanas-manasi, dll. Hal ini dilakukan dengan cara yang salah, yaitu kuasa yang berlebihan, tidak masuk akal, kasar, tuntutan yang kejam, larangan yang tidak perlu. Provokasi semacam ini akan mengakibatkan reaksi yang tidak baik, menumpulkan perasaan, menghilangkan kemauannya untuk hal-hal yang suci, dan membuat dia merasa tidak mungkin bisa memuaskan orangtuanya (saya tahu, saya sudah pernah merasakan dan mengalami itu). Orangtua yang bijaksana (kalau saja saya bisa lebih bijaksana) berusaha membuat ketaatan sebagai sesuatu yang didambakan dan diperoleh dengan cinta kasih dan kelemahlembutan. Orangtua tidak boleh menjadi penindas yang tidak berTuhan.

Martin Luther mengatakan, “Selain tongkat, siapkan apel untuk diberikan kepada anak pada saat dia berbuat yang baik.” Disiplin dalam pendidikan dan budaya umum harus dilaksanakan dengan hati-hati dan didikan yang terus menerus dengan banyak doa. Teguran, disiplin dan nasehat berdasarkan Firman Tuhan, menegur dan memuji ketika perlu adalah tanda dari “nasehat.” Pengajaran yang diberikan bersumber dari Tuhan, dipelajari dalam sekolah pengalamanan Kristiani, dan dilaksanakan oleh orangtua (ayah). Disiplin Kristen dibutuhkan untuk mencegah anak bertumbuh besar tanpa menghormati Tuhan, otoritas orangtua, pengetahuan akan standar keKristenan dan penguasaan diri.

“Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Timotius 3:16-17). Inilah yang dikatakan Alkitab tentang menjadi ayah. Cara dan metode yang dipergunakan ayah untuk mengajarkan kebenaran Allah tentunya akan berbeda. Namun kebenaran-kebenaran itu harus selalu dapat diterapkan dalam pekerjaan apapun, dan dalam cara hidup bagaimanapun. Saat ayah setia menjadi contoh dan teladan, apa yang dipelajari anak mengenai Allah akan memampukan dia berdiri dengan teguh sepanjang umur hidup mereka, apapun yang mereka lakukan atau kemanapun mereka pergi. Mereka akan belajar “mengasihi Tuhan Allah mereka dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap kekuatan mereka” dan mau melayani Dia dalam segala hal yang mereka lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar