Senin, 23 Januari 2012

Pertanyaan: Apa peranan suami dan istri dalam keluarga?

Jawaban:

Meskipun laki-laki dan perempuan setara dalam hubungan dengan Kristus, Alkitab memberi peran yang khusus kepada masing-masing dalam pernikahan. Suami harus mengepalai keluarga (1 Korintus 11:3; Efesus 5:23). Kepemimpinan ini tidak boleh bersifat diktator, merendahkan atau menghina istri, namun harus sesuai dengan teladan Kristus dalam memimpin gereja.

“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman” (Ef 5:25-26). Kristus mengasihi gereja (umat-Nya) dengan belas kasihan, kemurahan, pengampunan, hormat dan tidak mementingkan diri.

Demikian pula suami harus mencintai istri.

Istri harus tunduk pada otoritas suami mereka.

“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu” (Ef 5:22-24). Meskipun perempuan harus tunduk kepada suami mereka, Alkitab juga berkali-kali memberitahu laki-laki bagaimana seharusnya memperlakukan istri mereka. Suami tidak boleh berlaku sebagai diktator, namun harus menghormati istri dan pendapatnya. Kenyataannya, Efesus 5:28-29 menasihati laki-laki untuk mencintai istri mereka sama seperti mereka mencintai tubuh sendiri, memberi makan dan merawatnya. Cinta seorang laki-laki terhadap istri harus sama seperti kasih Kristus terhadap tubuh-Nya, gereja.

“Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Hai suami-suami, kasihilah isterimu dan janganlah berlaku kasar terhadap dia” (Kol 3:18-19). “Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang” (1Pet 3:7). Dari ayat-ayat ini kita melihat bahwa kasih dan rasa hormat mewarnai peranan suami dan istri. Kalau itu ada, maka otoritas, kepala, kasih dan ketaatan tidak akan menjadi masalah untuk pasangan manapun.

Dalam kaitan dengan pembagian tanggung jawab dalam rumah tangga, Alkitab memerintahkan suami untuk menyediakan nafkah bagi keluarganya. Ini berarti dia bekerja dan mencari nafkah yang cukup untuk mencukupi semua kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya. Tidak melakukan ini memiliki konsekuensi rohani yang pasti.

“Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman” (1 Tim 5:8).

Tidak berarti istri tidak bisa membantu menghidupi keluarga – Amsal 31 menunjukkan bahwa istri yang rohani jelas melakukan itu – namun mencukupi kebutuhan keluarga bukanlah tanggung jawabnya yang utama; itu adalah tanggung jawab suaminya. Sekalipun suami sepatutnya membantu mengurusi anak-anak dan pekerjaan rumah tangga (sehingga memenuhi kewajibannya untuk mencintai istrinya), Amsal 31 juga menyatakan dengan jelas bahwa rumah tangga adalah wilayah pengaruh dan tanggung jawab utama dari perempuan. Sekalipun dia harus tidur pada larut malam dan bangun pagi-pagi, keluarganya tidak kekurangan. Ini bukanlah gaya hidup yang mudah bagi banyak perempuan – khususnya di negara Barat yang maju. Namun demikian, terlalu banyak perempuan yang begitu stress dan hanmpir tidak tertahankan. Untuk mencegah stress semacam itu, baik suami maupun istri harus dengan berdoa mengatur kembali prioritas mereka dan mengikuti petunjuk-petunjuk Alkitab untuk peranan mereka.

Konflik mengenai pembagian tugas dalam pernikahan pasti akan terjadi, namun jika kedua pihak tunduk kepada Kristus, konflik ini akan minim. Kalau suatu pasangan sering ribut dan panas dalam soal ini, atau kalau perselisihan kelihatan mewarnai pernikahan, masalahnya bersifat rohani. Dalam keadaan begini, pasangan harus terlebih dahulu berdoa dan menundukkan diri kepada Kristus terlebih dahulu, baru kemudian kepada satu dengan lainnya dalam sikap kasih dan hormat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar